christian tatelu
investama

Mengenal Beberapa Tokoh Kalender Bali



Baliku Yang IndahMengenal Beberapa Tokoh Kalender Bali
1. Ketut Bangbang Gde Rawi (1910-1989)
Perintis Kalender Bali
Beliau lahir di Desa Celuk, Sukawati, Sabtu Pon Sinta 17 September 1910 sebagai anak keempat dari enam bersaudara dari pasangan Jro Mangku Wayan Bangbang Mulat dan Jro Mangku Nyoman Rasmi. Tahun 1929, setelah tamat sekolah Goebernemen Negeri di Sukawati, dalam usia 19 tahun, Ketut Bangbang Gde Rawi sudah mulai tekun mempelajari ihwal wariga, adat, dan filsafat agama Hindu. Proses perburuan ilmu ini dilakukan dengan cara bertandang ke griya-griya, mencari lontar, menekuni wariga dan berdiskusi dengan peranda-peranda. Di samping menekuni ilmu wariga, Rawi juga tertarik pada bidang seni tari dan seni rupa, seperti memahat dan melukis, dilakukan sepanjang tahun 1930-an. Dekade ini, Ketut Bangbang Gde Rawi yang ulet bekerja juga pernah menjadi tukang jahit, jual-beli pakaian jadi, dan perhiasan emas.
Namun, dalam rapat-rapat sulinggih Bali Lombok antara tahun 1948-1949, muncullah keputusan untuk memberikan kepercayaan kepada beliau untuk membuat kalender Bali. Tampaknya keputusan ini sulit beliau tolak. Setahun kemudian, atas dorongan Ida Pedanda Made Kemenuh, Ketua Paruman Pandita Bali-Lombok, Rawi mulai menyusun kalender. Kalender hasil karya beliau yang pertama dicetak penerbit Pustaka Balimas, salah satu penerbit besar di Bali saat itu. Tahun 1954, beliau dilantik menjadi anggota DPRD Bali berkat keahliannya di bidang adat dan agama.Awal 1940-an, sebelum Indonesia merdeka, beliau pernah menjadi perbekel di desa kelahirannya, Celuk. 

Saat itulah, Rawi yang mewarisi banyak pustaka lontar sering dimintai untuk mencari hari baik untuk pelaksanaan upacara atau kegiatan adat lainnya. Lama-kelamaan, bakat beliau di bidang menentukan hari baik untuk melakukan sesuatu (padewasaan) mulai tumbuh dan tersiar di kalangan masyarakat luas sehingga beliau didesak oleh para tokoh adat dan agama se-Kabupaten Gianyar untuk menyusun kalender. Desakan itu ditolak dengan rasa rendah hati.
Banyak intelektual Bali mencoba menyusun kalender, tetapi sampai tahun 1980-an, praktis kalender Ketut Bangbang Gde Rawi yang populer dan banyak dijadikan pegangan oleh masyarakat. Selain karena isinya yang diyakini ketepatannya, yang khas dalam kalendernya adalah pemasangan foto diri yang mengenakan dasi dan kacamata. Mengapa bukan foto yang mengenakan destar? Tak jelas, tetapi foto berdasi itu adalah potret beliau sebagai anggota DPRD Propinsi Bali. Semula foto itu dipasang di kalender sebagai tanda pengenal semata, tetapi lama-lama menjadi merk dagang (trade mark). 

Kalender beliau tampil khas, pinggirannnya dihiasi dengan pepatran ukiran dedaunan, di atasnya tercetak gambar swastika simbol agama Hindu. Menurut Jro Mangku Nyoman Bambang Bayu Rahayu, cucu Ketut Bangbang Gde Rawi yang kini menjadi penerus penyusunan kalender, bentuk, bingkai, ilustrasi, susunan hari, potret diri dan nama penyusun kalender itu sudah dipatenkan sejak April 2002. Ini berarti model kalender beliau tidak boleh dijiplak. Meski demikian, kalender Bali lain yang muncul belakangan mau tak mau mengikuti pola kalender Ketut Bangbang Gde Rawi meski tidak persis sama.
Kecemerlangan Rawi di bidang adat, wariga, dan agama Hindu mendapat pengakuan dari Institut Hindu Dharma (IHD, kini Unhi). Buktinya, tahun 1972, beliau ditunjuk menjadi dosen untuk mata kuliah "wariga" di IHD. Tahun 1976, beliau juga mengabdikan diri di Parisadha Hindhu Dharma Pusat yang berkedudukan di Denpasar sebagai anggota komisi penelitian. Selain membuat kalender dan mengajar, Rawi juga menerbitkan beberapa buku, seperti Kunci Wariga (dua jilid, 1967) dan Buku Suci Prama Tatwa Suksma Agama Hindu Bali (1962).

Ketut Bambang Gde Rawi meninggal 18 April 1989 dengan mewariskan kecerdasan yang monumental, yakni pengetahuan tentang cara menyusun kalender Bali. Sejak kepergiannya, penyusunan kalender diteruskan oleh putranya, Made Bambang Suartha. Tugas ini dikerjakan sekitar delapan tahun, tepatnya hingga Made Bambang Suartha meninggal 10 April 1997. Warisan ilmu menyusun kalender itu kemudian menurun pada Jro Mangku Nyoman Bambang Bayu Rahayu, cucu Ketut Bangbang Gde Rawi. Sampai sekarang kalender Ketut Bangbang Gde Rawi tetap hadir di tengah-tengah masyarakat. Di bawah potret Ketut Bangbang Gde Rawi tertera tulisan "Disusun oleh Ketut Bangbang Gde Rawi (alm) dan Putra-putranya".

Bagi masyarakat Bali di Bali, dan mereka yang ada di daerah transmigran, termasuk yang menetap di luar negeri, kalender Bali sudah menjadi kebutuhan. Dengan menggantung kalender Bali di rumah, mereka dengan mudah bisa mengetahui hari khusus agama Hindu seperti purnama tilem, Galungan Kuningan, Nyepi dan sebagainya.
Belakangan sejumlah ahli penyusun kalender Bali yang lain selain "dinasti Ketut Bangbang Gde Rawi", juga bermunculan dan mereka berhasil membuat kalender yang diterima publik. Perkembangan penyusunan kalender Bali ini tentu tak bisa dipisahkan dari jasa Bambang Gde Rawi, sang perintis. Usaha Rawi dan penyusun kalender Bali lainnya besar jasanya kepada masyarakat dalam usaha menjaga kearifan lokal Bali.


2. I Wayan Gina
Beliau juga menulis buku Aneka Tarikh, yang diterbitkan oleh Upada Sastra, berisi berbagai macam perhitungan kalender di dunia. Kami belum punya riwayat hidup beliau untuk ditulis di sini, mohon bersabar ..










3. K Kebek Sukarsa
Almarhum pak Kebek ini banyak menulis buku. Tetapi kami belum punya riwayat hidup beliau untuk ditulis di sini, mohon bersabar ...











4. I Made Bidja
Berikut tulisan pak Bija di Bali Post sehubungan dengan masih rancunya pedoman kalender Saka Bali.
Saya ingin menyampaikan kepada PHDI Propinsi, sudi kiranya menanggapi apa yang saya utarakan berikut ini:
  1. Saya mendapat kabar dari penyusun kalender Bali, Bapak Wayan Gina dari Karangasem bahwa penampih sasih akan diganti dari penampih yang sudah ada yaitu Penampih Sasih Berkeseimbangan, kembali lagi keJhesta Sadha. Tujuannya, supaya hari raya Nyepi/ Tahun Baru Saka tetap jatuh pada bulan Maret. Hal ini diajukan oleh salah satu penyusun kalender Bali dari Singaraja kepada Pesamuan Sulinggih yang diadakan di Watu Karu pada September 2000. Pengajuan ini lalu disepakati oleh seluruh sulinggih, hanya baru disepakati, tetapi sudah dianggap keputusan.
  2. Saya mohon kepada PHDI Propinsi agar menangani masalah ini, karena Kalender Tahun 2004 harus nampih sasih, lalu ada kalender lain yang tidak nampih sasih. Ini sangat membingungkan masyarakat Hindu di Bali khususnya dan Hindu di Indonesia umumnya. Kalau ingin mengganti Penampih Sasih Berkeseimbangan kembali ke yang dulu (jhista sadha), ini sah-sah saja. Tetapi harus melalui mekanisme yang panjang, tidak bisa hanya baru disepakati sudah dianggap sebagai keputusan. Sesuatu yang diputuskan harus melalui surat yang resmi, juga harus melalui pesamuan sulinggih PHDI Propinsi.
  3. Mengapa penampih sasih yang sudah berjalan diganti? Baik buruknya harus diterapkan dengan gamblang. Sebaliknya, penampih sasih apa yang dipakai harus diterangkan juga dengan baik. Kalau disetujui diganti, ketua sulinggih mengajukan surat kepada PHDI Propinsi, PHDI Propinsi lalu mengajukan kepada Paruman Sulinggih PHDI Pusat Jakarta. Hal tersebut dikaji pada Pesamuan Sulinggih di Jakarta, setelah disetujui ini pun diajukan kepada PHDI Pusat Jakarta, kemudian PHDI Pusat membentuk tim pengkaji, apakah Penampih Sasih Berkeseimbangan perlu diganti atau tidak. Hal ini memakan waktu lama.
  4. Menurut pendapat saya, Penampih Sasih Berkeseimbangan yang dibuat oleh tim yang dulu mengkaji, sudah dapat dan relevan sekali. Hal itu sudah juga dikukuhkan di Solo pada Maha Sabha PHDI 1993. Saya katakan tepat, karena geografi kita di Indonesia terletak di Asia Tenggara tidak sama dengan India. Saya beri contoh lain, misalnya di kalender Cina ada lun. Lun ini sama dengan nampih sasih dalam kalender Hindu (yang satu bulan menjadi dua bulan). Maka Tahun Baru Imlek jatuh pada bulan Januari atau Februari. Begitu pula Penampih Sasih Berkeseimbangan, hari raya Nyepi/ Tahun Baru Saka jatuh pada bulan Maret atau April, ini namanya diseimbangkan.
  5. Kita tidak boleh berpikir ortodok (picik) supaya Nyepi/ Tahun Baru Saka tetap jatuh pada bulan Maret saja, kalau di India tahun Baru Saka jatuh pada tanggal 21 Maret atau tanggal 22 kalau Tahun Kabisat.
  6. Apa yang sudah diputuskan melalui Mahasabha Solo tahun 1993 yaitu Penampih Sasih Berkeseimbangan yang telah berjalan sampai sekarang, tetap kami jalankan. Maka kalender kami terbit tahun 2004 dengan rumus yang ada, harus nampih sasih Kasa. Bilamana ada kalender lain tidak nampih sasih, kami mohon kepada PHDI Propinsi dan Pusat agar menangani hal ini, sehingga wacana yang berkembang tidak membingungkan umat. Sedangkan sampai sekarang tidak ada Surat Keputusan dari Parisada Pusat, Propinsi dan Kabupaten yang akan penggantian Nampih Sasih Berkeseimbangan tersebut.
I Made Bidja Jl. P. Timor 4 Singaraja

Sumber : BabadBali

Kode Smiley Untuk Komentar


:a   :b   :c   :d   :e   :f   :g   :h   :i   :j   :k   :l   :m   :n   :o   :p   :q   :r   :s   :t  

No comments:

Post a Comment

Silahkan berikan komentar, kritik atau saran anda

Jika Suka, Silahkan Beramal Gan, Klik Suka/Like Dan Follow Blog Ini Ya




BANNER SAHABAT BALIKU YANG INDAH

BANNER SAHABAT BALIKU YANG INDAH
    baliku yang indah HIDUP itu indah, dengan cara berbagi sesama ~^O^~ ~ BLOG-nya anak GAUL masa kini SWOM.COM KLIKOT INTERNET MARKETING Info Tentang Kesehatan Dan Obat Tradisional Blogger Copas Berbagi Info  Blog Info Tentang Kesehatan dan Pendidikan Gede Sitdown Blog Catatan Diani Made Blogger Copy Pazte Koko Nax Sasih Blog's

Sudah Baca Artikel di Bawah Ini?

Daftar Blog Bacaan Saya